Potensi Kearifan Lokal dalam Perencanaan Kota

NEWS UPDATE

Potensi Kearifan Lokal dalam Perencanaan Kota

Potensi Kearifan Lokal dalam Perencanaan Kota

Pada dasarnya Tata Ruang adalah salah satu bentuk kebijaksanaan pemerintah dalam pengembangan wilayah yang mencakup 3 proses utama; perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang pasal 1 (5) UU No 26/2007). Fungsinya menciptakan ruang wilayah yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan. Permasalahannya adalah begitu strategisnya fungsi penataan ruang, sehingga tak aneh kalau banyak oknum yang banyak ingin intervensi terhadap penyusunan tata ruang mengingat peluang yang diberikan, tujuan dan fungsi dari tata ruang.

Pada tataran Perancangan Kota produk penataan ruang harus berperan mengantisipasi bencana dengan menyiapkan ruang evakuasi yang aman dan membebaskan daerah potensi bencana (absolute) untuk tidak boleh dibangun dan sekaligus memberikan arahan-arahan desain bersifat teknis sebagai panduan desain. Perlu adanya mitigasi struktur dan non-struktur yang dilakukan dengan kelengkapan perangkat peraturan bangunan (building codes). Mitigasi struktur dilakukan dengan cara menghindari wilayah bencana dalam merencanakan dan merancang bangunan dengan mengantisipasi dampak bencana (melalui pertimbangan dan perhitungan konstruksi).

 

Upaya mitigasi lingkungan non structural dengan tidak mengubah lingkungan alam yang dapat melindungi terhadap bencana seperti karang pantai, danau, laguna, hutan dan lahan vegetatif, kawasan perbukitan karst dan unsur geologi lainnya yang dapat mengurangi dampak bencana. Potensi kearifan local (local wisdom) melalui pemahaman pengetahuan local (local knowledge), teknologi local, budaya lokal dan tradisi-tradisi lokal yang telah “teruji” mampu berkontribusi dalam mitigasi bencana dan menjadi pertimbangan penting dalam tata ruang.

Contoh kearifan lokal dalam pemanfaatan ruang adalah pengelolaan lahan pertanian sistem teracerring yang mampu memanage lingkungan lereng gunung agar terjaga stabilitas tanahnya walaupun lereng rawan terhadap longsor. Konsepsi ini sebenarnya merupakan suatu upaya harmonisasi dari tiga orientasi pembangunan kota (development orientation, environmental orientation, dan community orientation). Catur-tunggal telah mendudukan ruang terbuka kota (alun-alun) dalam posisi dan proporsi yang sangat penting, baik dari sisi penyediaan ruang sosio-cultural, dan sisi penyediaan ruang yang mampu menjaga keseimbangan ekologis.

sumber:http://mediatataruang.com

AGENDA

0 Komentar

Tulis Komentar