URGENSI TATA RUANG BAGI PENATAAN KOTA

NEWS UPDATE

URGENSI TATA RUANG BAGI PENATAAN KOTA

URGENSI TATA RUANG BAGI PENATAAN KOTA

Penataan ruang adalah menyangkut seluruh aspek kehidupan sehingga masyarakat perlu mendapat akses dalam proses perencanaan penataan ruang. Konsep dasar hukum penataan ruang terdapat dalam pembukaan Undang – Undang Dasar 1945 aliniea ke-4, yang menyatakan “Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut serta melaksanakan ketertiban dunia”. Selanjutnya, dalam pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat”.Ketentuan dasar inilah yang memberikan “hak penguasaan kepada Negara atas seluruh sumber daya alam Indonesia, danmemberikan kewajiban kepada Negara untuk menggunakan sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat.” Kalimat tersebut mengandung makna, Negara mempunyai kewenangan untuk melakukan pengelolaan, mengambil dan memanfaatkan sumber daya alam guna terlaksananya kesejahteraan yang dikehendaki. Untuk dapat mewujudkan tujuan Negara tersebut, khususnya untuk meningkatkan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa berarti Negara harus dapat melaksanakan pembangunan sebagai penunjang dalam tercapainya tujuan tersebut dengan suatu perencanaan yang cermat dan terarah.

 
A.   Ruang Lingkup Tata Ruang (Nasional, Provinsi, Kab/Kota)
 
Secara sederaha tata ruang diartikan sebagai ruang atau wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lain hidup, melakukan kegiatan, dan memelihara kelangsungan hidupnya.
 
Spatial Plan atau tata ruang di Indonesia adalah suatu istilah umum untuk pengaturan wilayah regional, wialayah pulau, wilayah provinsi, kabupaten/ kota dan dan lain-lain. Tata ruang juga adalah merupakan wujud struktur ruang dan pola ruang yang dirancang dan disusun baik secara nasionalregional dan lokal(Marzuki, 2006).Konsep atau dokumen perencanaannya di level nasional disebut Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, dalam kaitan dengan RPJMN dapat ditemui pada Buku III RPJMN  kewilayahan yang telah dibahas bersama Bappenas dan Kementerian/Lembaga terkait. Penulis salah satu tim yang telibat dalam penyusunan Buku III kewilayahan nasional ini. Rencana umum tata ruang merupakan perangkat penataan ruang wilayah yang disusun berdasarkan pendekatan wilayah administratif yang secara hierarki terdiri atas RTRW nasional, RTRW provinsi, dan RTRW kabupaten/kota.
 
Rencana umum tata ruang nasional adalah arahan kebijakan dan strategi pemanfaatan ruang wilayah nasional yang disusun guna menjaga integritas nasional, keseimbangan dan keserasian perkembangan antar wilayah dan antar sector, serta keharmonisan antar lingkungan alam dengan lingkungan buatan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Tata ruang wilayah nasional biasanya diturunkan ke level lebih rendah oleh masing-masing provinsi dalam bentuk penjabaran ke dalam Rencana Tata Ruang pulau, tata ruang wilayah, dan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) tersebut perlu dijabarkan ke dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kota (RTRWK), (Direktorat Jendral Penataan Ruang. Department Pekerjaan Umum, 2008).
 
Di Level nasional, lebih lanjut, dalam UU Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005-2025 menegaskan bahwa aspek wilayah/spasial haruslah diintegrasikan ke dalam dan menjadi bagian dari kerangka perencanaan pembangunan di semua tingkatan pemerintahan. Dalam kaitan ini, terdapat 34 provinsi dan lebih dari 500 kabupaten/kota yang harus mengintegrasikan rencana tata ruangnya ke dalam perencanaan pembangunan daerahnya masing-masing. Amanat empat Undang-Undang tersebut menunjukkan pentingnya data spasial dalam proses perencanaan pembangunan.
 
Sementara di level provinsi rencana umum tata ruang adalah adalah merupakan rencana kebijakan operasional dari RTRW Nasional yang berisi strategi pengembangan wilayah provinsi, melalui optimasi pemanfaatan sumber daya, sinkronisasi pengembangan sektor, koordinasi lintas wilayah kabupaten/kota dan sektor, serta pembagian peran dan fungsi kabupaten/kota di dalam pengembangan wilayah secara keseluruhan.
 
Di level kabupaten/kota, rencana umum tata ruang adalah penjabaran RTRW provinsi ke dalam kebijakan dan strategi pengembangan wilayah kabupaten/kota yang sesuai dengan fungsi dan peranannya di dalam rencana pengembangan wilayah provinsi secara keseluruhan, strategi pengembangan wilayah ini selanjutnya dituangkan ke dalam rencana struktur dan rencana pola ruang operasional.
 
B.     Penataan Ruang Kota sebagai Struktur Keruangan Kota/Kabupaten
 
Pedoman penyusunan RTRW Kota dapat dilihat dalam  Peraturan Menteri Pekerjaan Umum (PerMen PU) No.17/PRT/M/2009 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota yang  merupakan tindak lanjut dari pelaksanaan ketentuan Pasal 18 ayat (3) Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Pedoman Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota ini dimaksudkan sebagai acuan dalam kegiatan penyusunan rencana tata ruang wilayah kota oleh pemerintah daerah kota dan para pemangku kepentingan lainnya.  Pedoman Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota bertujuan untuk mewujudkan rencana tata ruang wilayah kota yang sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.
Ruang lingkup Peraturan Menteri ini memuat ketentuan teknis muatan rencana tata ruang wilayah kota serta proses dan prosedur penyusunan rencana tata ruang wilayah kota.  Menata tata ruang kota atau kabupaten adalah sebenarnya sudah merupakan tata ruang mikro, oleh karena atribut-atribut keruangannya sudah harus seditail mungkin dari tata ruang wilayah provinsi (Peta 1:25000), sehingga di dalam peta tata ruangnya dibutuhkan paling tidak peta skala 1: 5000. Bahkan saran penulis, jika dibutuhkan detail lebih dalam, gunakan peta 1:2500, 1:1000. Mengapa ?  Oleh karena hal ini terkait dengan perbedaan elevasi antar ruang[1].
 
Dalam operasionalisasinya rencana umum tata ruang dijabarkan dalam rencana rinci tata ruang yang disusun dengan pendekatan nilai strategis kawasan dan/atau kegiatan kawasan dengan muatan subtansi yang dapat mencakup hingga penetapan blok dan subblok yang dilengkapi peraturan zonasi sebagai salah satu dasar dalam pengendalian pemanfaatan ruang sehingga pemanfaatan ruang dapat dilakukan sesuai dengan rencana umum tata ruang dan rencana rinci tata ruang. Rencana rinci tata ruang dapat berupa rencana tata ruang kawasan strategis dan rencana detail tata ruang.
 
Kawasan strategis adalah Kawasan yang penataan ruangnya diprioritaskan karena memiliki pengaruh penting terhadap kedaulatan negara, pertahanan dan keamanan negara, pertumbuhan ekonomi, sosial, budaya, dan/atau lingkungan termasuk wilayah yang telah ditetapkan sebagai warisan dunia.
 
Rencana tata ruang kawasan strategis adalah upaya penjabaran rencana umum tata ruang ke dalam arahan pemanfaatan ruang yang lebih spesifik sesuai dengan aspek utama yang menjadi latar belakang pembentukan kawasan strategis tersebut. Tingkat kedalaman rencana tata ruang kawasan strategis sepenuhnya mengikuti luasan fisik serta kedudukannya di dalam sistem administrasi.
 
Rencana tata ruang kawasan strategis tidak mengulang hal-hal yang sudah diatur atau menjadi kewenangan dari rencana tata ruang yang berada pada jenjang diatasnya maupun dibawahnya. Rencana detail tata ruang merupakan penjabaran dari RTRW pada suatu kawasan terbatas, ke dalam rencana pengaturan pemanfaatan yang memiliki dimensi fisik mengikat dan bersifat operasional. Rencana detail tata ruang berfungsi sebagai instrumen perwujudan ruang khususnya sebagai acuan dalam permberian advise planning dalam pengaturan bangunan setempat dan rencana tata bangunan dan lingkungan.
 
C.      Urgensi Ketersediaan Dokumen Tata Ruang
 
Sistem perencanaan pembangunan secara umum memiliki beberapa komponen program/kegiatan yakni: 1) Sistem perencanaan umum; 2) Sistem perencanaan Program/Kegiatan; 3) Sistem Penganggaran dan 4) Sistem evaluasi, monitoring dan pengendalian.Sementara dokumen Tata ruang adalah merupakan salah satu dokumen resmi dalam proses perencanaan dan pelaksanaan pembangunan nasional dan daerah. Dokumen ini adalah pedoman dasar dalam perencanaan keurangan (Spatial Plan) yang diatur dalam peraturan perundangan(Direktorat Jendral Penataan Ruang. Department Pekerjaan Umum, 2008; Shen, Chen, & Wang, 2016) , (Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, 2007).
 
Berdasarkan uraian diatas maka sudah sangat jelas bahwa penyediaan tata ruang adalah merupakan amanat undang-undang, sekaligus sebagai amanat sistem perencanaan yang baik dalam pembangunan nasional, wilayah, provinsi, Kota/Kabupaten. Dengan kata lain, bahwa ketidaktersediaan (unavailability condition) tata ruang adalah merupakan sikap ketidakpatuhan atau pelanggaran terhadap pelaksanaan peraturan perundangan berikut:
 
-          Undang-undang nomor 17 tahun 2007 Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005-2025.
-          Undang-undang Tata ruang No 26/2007Tentang Penataan Ruang
-          Undang-Undang Informasi Geospasial telah disahkan oleh Presiden RI menjadi Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2011 tentang Informasi Geospasial.
-          Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2010 Tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang
-          Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 68 Tahun 2010 Tentang Bentuk dan Tata Cara Peran Masyarakat dalam Penataan Ruang.
Tulisan ini tidak membahas terlalu jauh perihal Peta ruang[2]dan pentinya peta ruang, dan tata ruang secara umum, karena hal ini sifatnya sudah given berdasarkan amanat undang-undang. Kedua, karena tata ruang itu sendiri memiliki ruang lingkup (Rentang Kendali) yang lumayan luas sebagaimana disebutkan diatas, meliputi nasional, provinsi, wilayah, kabupaten dan kota. Namun sedikit fokus pada tata ruang sebagai strukturruang dan Tata ruang sebagai pengendali banjir di kota/kabupaten, meningat banyaknya kejadian kota-kota mengalami banjir, kesimpangsiuran dalam penataan, tata guna lahan yang tumpang tindih, perubahan atau alih fungsi lahan yang tidak terkendali.Tata ruang dalam struktur keruangan inilah yang dipahami sebagai sekumpulan entitas ruang berupa pusat-pusat permukiman, sistem jaringan prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang secara hierarki memiliki hubungan fungsional.
 
D.     Banjir dalam Perspektif Tata Ruang (Spatial Planning)
 
Sering kali terjadinya banjir pada daerah hilir dimana umumnya kota-kota pantai berada, disebabkan karena tidak terkendalinya penebangan pohon secara liar pada daerah hulu, biasa disebut sebagai banjir kiriman sebagaimana yang masih sering terjadi di Jakarta. Faktor penyebabnya dalam hal ini adalah volume air yang datang dari daerah hulu melebihi kemampuan daerah hilir dalam menyerap dan mengalirkan volume air ke laut dalam waktu singkat (Meyer, Rannow, & Loibl, 2010). Dari perspektif inilah peran tata ruang kota sangat penting. Terlebih lagi jika pelataran kota hanya memiliki perbedaan elevasi yang kecil dengan tinggi permukaan air laut terutama pada waktu air laut pasang (banjir ROB)[3].
 
Lantas bagaimana dengan kasus banjir kota dimana unsur banjir kiriman dan ROB tidak terjadi?
 
Biasanya dalam hal ini disebabkan hujan, pada kondisi drainase dan tata ruang yang tidak bagus dan atau kurang maksimal, maka terjadilah banjir yang tentunya akan mengganggu aktivitas ekonomi masyarakat.
 
Ada tiga langkah pokok yang harus segera dilakukan pada kondisi banjir seperti ini:
-                      Menetapkan dokumen tata ruang daerah sebagai aspek legalitas pelaksanaan perencanaan dan pembangunan kabupaten/kota.
-                      Melakukan rekonstruksi drainase dengan benar-benar memperhitungkan ketinggian dan perbedaan elevasi saluran/drainase. Langkah ini berupa penataan kembali drainase/saluran-saluran air dan menyesuaikan volume drainase dengan rata-rata volume air pada kondisi curah hujan maksimal, serta mempertimbangkan ketinggian pasang surut air laut di daerah(Spalding et al., 2014).
-                      Menertertibkan bangunan-bangunan, yang secara teknis berdampak kepada terjadinya banjir
 
E.      Tata ruang dan zonasi
 
Zonasi tidak dapat dipisahkan dengan tata ruang. Dokumen zonasi merupakan penjabaran tata ruang dalam kaitannya dengan pembagian zona-zona atau wilayah pengembangan maupun pengaturannya sesuai tata guna lahan. Zona adalah kawasan atau area yang memiliki fungsi dan karakteristik lingkungan yang spesifik. Zoning adalah embagian lingkungan kota ke dalam zona-zona dan menetapkan pengendalian pemanfaatan ruang/memberlakukan ketentuan hukum yang berbeda-beda (Barnett, 1982: 60-61; So, 1979:251), (Todes, 2008).
 
Zoning Regulation/Peraturan Zonasi adalah ketentuan yang mengatur tentang klasifikasi zona, pengaturan lebih lanjut mengenai pemanfaatan lahan, dan prosedur pelaksanaan pembangunan terkait :
-          Suatu zona mempunyai aturan yang seragam (guna lahan, intensitas, massa bangunan),
-          Satu zona dengan zona lainnya bisa berbeda ukuran dan aturan.
 
Sebuah dokumen zonasi haruslah mengacu kepada dokumen tata ruang yang ada, sehingga ketersediaan dokumen RTRW secara legal adalah sebuah keharusan. Ketidak teraturan bangunan-bangunan kota  adalah karena tidak adanya pengaturan zona secara legal.
 
_____________
SITASI
Direktorat Jendral Penataan Ruang. Department Pekerjaan Umum. (2008). PEDOMAN PENYEDIAAN DAN PEMANFAATAN RUANG TERBUKA HIJAU DI KAWASAN PERKOTAAN. PEDOMAN PENYEDIAAN DAN PEMANFAATAN RUANG TERBUKA HIJAU DI KAWASAN PERKOTAAN, 84 p.
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. (2007). UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Pemerintah Republik Indonesia, 1–107. Retrieved from www.pu.go.id
Marzuki, S. (2006). Analisa Pola Arus dan Sedimentasi dengan Menggunakan Metode Surface Water Modelling System ( SMS), Overlay Citra Landsat 7-ETM dan Metode Sistem Informasi Geografis ( SIG ).
Meyer, B. C., Rannow, S., & Loibl, W. (2010). Climate change and spatial planning. Landscape and Urban Planning, 98(3–4), 139–140. https://doi.org/10.1016/j.landurbplan.2010.08.012
Shen, Y.-C., Chen, P.-S., & Wang, C.-H. (2016). A study of enterprise resource planning (ERP) system performance measurement using the quantitative balanced scorecard approach. Computers in Industry, 75, 127–139. https://doi.org/10.1016/j.compind.2015.05.006
Spalding, M. D., Ruffo, S., Lacambra, C., Meliane, I., Hale, L. Z., Shepard, C. C., & Beck, M. W. (2014). The role of ecosystems in coastal protection: Adapting to climate change and coastal hazards. Ocean and Coastal Management, 90, 50–57. https://doi.org/10.1016/j.ocecoaman.2013.09.007
suyuti Marzuki. (2006). THE ANALYSIS OF CURRENT PATTERN AND SEDIMENTATION USING SURFACE WATER MODELLING SYSTEM (SMS 8.8) AND OVERLAY IMAGE LANDSAT 7-ETM. Change, 1–19.
Todes, A. (2008). Rethinking spatial planning. Town and Regional Planning, 2008(53). Retrieved from http://siteresources.worldbank.org/INTSOUTHAFRICA/Resources/Todes_bladgereedSSno_532008_revised3.pdf
 

[1]Elevasi dalam ruang adalah merupakan perbedaan tinggi rendahnya suatu tempat terhadap tempat lain/lokasi lain. Hampir seluruh dokumen tata ruang maupun buku-buku tata ruang, tidak menjelasjaskan pentingnya elevasi ini.

[2]UU No 4 Tahun 2011 tentang Informasi Geospasial (UU IG) khususnya pada pasal 7 yang menyebutkan bahwa peta rupabumi Indonesia merupakan salah satu komponen informasi geospasial dasar yang diselenggarakan secara bertahap dan sistematis untuk seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan wilayah yuridiksinya. UU ini juga mengamanatkan bahwa segala kebijakan pembangunan yang terkait dengan aspek keruangan harus didasari oleh informasi geospasial yang dapat dipertanggungjawabkan. Sementara itu,UU No.25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional menyebutkan bahwa seluruh kegiatan pembangunan harus direncanakan berdasarkan data baik spasial maupun nonspasial serta informasi lainnya yang akurat dan dapat dipertanggungjawabkan. Selain itu, UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah mengamanatkan bahwa perencanaan pembangunan di daerah harus berdasarkan pada data dan informasi yang akurat dan dapat dipertanggungjawakan, diantaranya adalah informasi tentang kewilayahan dan sumber daya alam, serta pemerintah daerah harus membangun sistem informasi daerah yang terintegrasi secara nasional.

sumber:http://galerikopicoqboq.blogspot.co.id

AGENDA

0 Komentar

Tulis Komentar