Sofyan Djalil Harusnya Berani Kembalikan Tata Uang Jadi Tata Ruang

NEWS UPDATE

Sofyan Djalil Harusnya Berani Kembalikan Tata Uang Jadi Tata Ruang

 Sofyan Djalil Harusnya Berani Kembalikan Tata Uang Jadi Tata Ruang

Meskipun masih pro dan kontra saat terjadi pergantian posisi menteri, namun ada kalanya hal ini diperlukan bila dirasa kinerja seorang menteri tidak sesuai dengan harapan. Rakyat selalu berharap kinerja pembantu presiden ini selalu baik dan mampu memberikan peningkatan layanan dan kesejahteraan bagi rakyat.

Rakyat Indonesia menginginkan perbaikan dalam segala bidang, termasuk aspek tata ruang aspek lingkungan hidup, ekonomi, sosial, budaya, layak menjadi perbincangan atau “milik” semua orang dan tanpa adanya orang-orang yang berkompeten dan mampu mengatasi permasalahan niscaya kesejahteraan rakyat akan terwujud.

Saat ini rakyat mengharapkan kinerja Reforma Agraria makin melaju. Sebab jika dilihat dua tahun ini, program nawacita Reforma Agraria yang paling tertinggal dibanding program lainnya.

Selama ini titik terlemah Kementerian ATR/BPN adalah di bidang Reforma Agraria berupa redistribusi tanah dan penyelesaian konflik pertanahan, maraknya alih fungsi lahan, serta ketidak berdayaan aparat PPNS Penataan Ruang menangani kasus tata ruang di daerah..

Penanganan konflik ini dinilai darurat. Pasalnya, konflik agraria dan tata ruang setiap tahun terus meningkat, baik di lahan perkebunan, pertambangan, atau pembangunan infrastruktur. Ini adalah bukti lemahnya konsolidasi dan koordinasi yang di bangun internal kementerian ATR/BPN.

Tata ruang sebatas wacana

Tata ruang yaitu pola dan struktur ruang adalah keadaan lingkungan/ kota/ wilayah yang dihuni dan dialami semua orang selama hidupnya. Ini menyangkut hajat hidup orang banyak sehingga layak jadi wacana semua orang.

Istilah ini kurang menjadi wacana karena terkesan “teknis” bidangnya perencana dan lembaga pemerintah yang punya otoritas. Penataan ruang terkesan terbatas perancanaan, pelaksanaan program, pengendalian yang menjadi tugas pemerintah. Dan, sikap aparat pemerintah pun di masa lalu menguatkan anggapan itu.

Namun saat ini seharusnya berbeda. Sejak berlakunya Undang-undang Penataan Ruang sebagai ruh kebijakan, peluang partisipasi masyarakat menjadi bagian dari prinsip penataan ruang. Hanya saja masih diperlukan beberapa upaya agar masyarakat mau lebih aktif dan bisa berpartisipasi dalam penataan ruang, yaitu dengan diseminasi terus-menerus, dan memberikan saluran dan mekanisme yang diperlukan dalam penyampaian aspirasinya.

Pertama, diseminasi atau pengembangan wacana terus menerus mengenai penataan ruang. Menghadirkan wacana tata ruang di berbagai media sampai masyarakat sadar (aware) akan permasalahan tata ruang yang dialaminya tiap hari.

Mengangkat isu yang dialami warga sehari-hari, misalnya kemacetan lalu lintas di sekitar sekolah, kantor, pusat belanja, banjir, konflik pasar modern vs tradisional, penggusuran, renovasi kawasan bersejarah, alih fungsi lingkungan perumahan menjadi kawasan pertokoan, rumah makan, serta tumbuhnya PKL dan lainnya. Atau isu yang berskala wilayah, seperti kerusakan kawasan akibat penebangan, pembalakan, juga konflik antara kuasa pertambangan dengan kehutanan. Juga isu ketimpangan tingkat kemajuan antar daerah, antar kota, antar pulau.

Semua isu itu sebetulnya dirasakan dan dikeluhkan oleh masyarakat, LSM, para ahli, politikus. Tapi jarang dari mereka yang sadar bahwa itu adalah masalah tata ruang dan proses penataan ruang.

Namun wacana tata ruang tentu bukan menyangkut persoalan saja, tetapi juga hal-hal baik yang dialami warga dan lingkungannya, misalnya lingkungan perumahan yang tertata rapi, asri, pertamanan, kolam atau danau yang asri, resor pariwisata yang atraktif, kawasan pertokoan yang jadi sarana rekreasi keluarga, kawasan industri yang tumbuh menyerap banyak pekerja, dst.

Kedua, perlunya akan “saluran” untuk penyampaian aspirasi dalam proses perencanaan maupun pengaduan dalam rangka ikut mengawasi maupun penyampaian keluhan.
Maraknya kasus pelanggaran tata ruang, serta disyahkannya UU Pelayanan Publik, mendesakkan perlunya “saluran” tersebut agar komunikasi antara masyarakat dan penyedia pelayanan dalam penyelenggaraan penataan ruang menjadi lancar.

Kedua hal diatas yang perlu dijadikan agenda dalam memasyarakatkan dan meningkatkan kepedulian semua pihak akan tata ruang. Karena aspek tata ruang, seperti aspek lingkungan hidup, ekonomi, sosial, budaya, layak menjadi perbincangan atau “milik” semua orang.

sumber:http://mediatataruang.com

AGENDA

0 Komentar

Tulis Komentar