Pertumbuhan Mal Harus Dibarengi Penataan Kota

NEWS UPDATE

Pertumbuhan Mal Harus Dibarengi Penataan Kota

Pertumbuhan Mal Harus Dibarengi Penataan Kota

Tak dapat dipungkiri pertumbuhan mal di kota-kota penyangga, termasuk Kota Bekasi mendorong pendapatan yang besar bagi pemerintah daerah. Namun, pesatnya perkembangan mal harus dibarengi penataan kota yang baik.

“Warga Bekasi kebutuhannya dengan warga DKI, jadi pelayanannya harus sama,” ujar Ketua Komisi A DPRD Kota Bekasi Ariyanto Hendrata di Bekasi.

Menurut dia, munculnya mal-mal di Kota Bekasi menimbulkan dua hal yang saling bertentangan. Di satu sisi sebagian orang menganggap pembangunan mal adalah hal yang lumrah.

Di sisi lain pembangunan mal membuat konsep penataan kota bergeser dari standar kota yang baik. Misalnya, di beberapa negara maju mal yang menyedot banyak pengunjung ditempatkan di tepi kota, sehingga kota tetap tertata baik. Di Kota Bekasi, pusat belanja yang menyedot massa malah ditempatkan di pusat kota, sehingga memicu berkumpulnya warga di pusat kota.

“Dari sisi tata kota, pembangunan mal menimbulkan dampak positif, harga tanah naik, namun negatifnya resapan air jadi berkurang,” ungkapnya. Untuk itu, DPRD meminta Pemkot Bekasi tak melanggar aturan, seperti undang-undang lingkungan hidup seperti menyediakan ruang terbuka hijau (RTH).

Menurut Sekda Kota Bekasi Rayendra Sukarmadji, pihaknya belum menetapkan kebijakan pembatasan pembangunan pusat perbelanjaan berskala besar atau mal. ”Tetapi harus sesuai aturan yang berlaku,” ucapnya. Lahan yang ada di Kota Bekasi sangat terbatas.

Karena itu, untuk pembangunan mal berikutnya dibatasi melalui penataan tata ruang sehingga bila pembangunan mal tak sesuai dengan peraturan, Dinas Tata Kota Bekasi tak akan memberikan izin. “Pembatasan pembangunan mal hanya muncul dalam penataan ruang saja,” katanya.

Kendati demikian, pertumbuhan mal di Bekasi membuat PAD melebihi target setiap tahunnya ditambah perilaku konsumtif warga Bekasi berdampak terhadap kunjungan mal yang terus bertambah. Di Kota Depok, pertumbuhan mal berkontribusi pada kemacetan. Pemkot Depok saat ini sudah membatasi pembukaan mal baru di Margonda.

“Dikembangkan ke wilayah lain seperti Sawangan dan Bojong Sari. Saat ini sudah mulai tumbuh di sana, sama halnya dengan Cinere,” kata Wakil Wali Kota Depok Pradi Supriatna. Jika wilayah lain dikembangkan otomatis kemacetan di Jalan Margonda Raya bisa terurai. “Pesatnya mal di Depok menandakan daya beli masyarakat Depok tinggi. Dan Depok adalah kota majemuk dengan tingkat pendidikan luar biasa. Itu menjadi selling point,” ujarnya.

Berdasarkan data DPPKA Kota Depok, tiga mal yang menjadi penyumbang pajak terbesar yakni Margo City, Detos, dan DMall. Kawasan Margonda memang tetap menjadi tujuan utama investor.

“Kalau dilihat dari kecamatan tertinggi adalah Beji, Cimanggis, dan Pancoran Mas,” kata Kasi Pendapatan I DPPKA Kota Depok Rahman Pujiarto. Untuk mal, kisaran pajak yang dikenakan tergantung segmennya. Yang jelas pengelola mal membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), pajak air tanah, hiburan, pameran, dan reklame. “Tertinggi memang Margo City. Mereka kan tenant-nya juga besar-besar,” tandasnya.

Mengenai perizinan, Pemkot Depok tengah menjajaki beberapa izin pembangunan ritel, tapi untuk di kawasan Margonda sudah tidak diizinkan. “Sudah mulai ke wilayah barat. Tahun ini juga ada beberapa (izin) yang sedang penjajakan,” kata Kepala BPMP2T Kota Depok Yulistiani Mochtar.

Sedangkan ritel besar yang sudah mengantongi izin dan sedang dibangun adalah Transmart di Jalan Dewi Sartika dan pusat hiburan Trans Studio di Cimanggis. “Transmart permohonan izinnya sudah masuk tahun ini dan sedang berjalan. Trans Studio tahun ini juga tapi baru persetujuan prinsip setelah itu IPR,” ujarnya.

sumber:http:/http://economy.okezone.com

AGENDA

0 Komentar

Tulis Komentar