Hak Guna dan Pemanfaatan Ruang di Atas dan Bawah Tanah

NEWS UPDATE

Hak Guna dan Pemanfaatan Ruang di Atas dan Bawah Tanah

Hak Guna dan Pemanfaatan Ruang di Atas dan Bawah Tanah

Direktur Pendaftaran Hak Tanah dan Guna Ruang BPN RI menyatakan bahwa perlu pengaturan lebih lanjut setingkat Undang-Undang (UU) tentang hak guna ruang atas tanah maupun hak guna ruang bawah tanah, seperti halnya jenis hak atas tanah yang diatur di dalam pasal 16 UUPA. Hal ini guna memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum atas pemegang hak guna ruang tersebut.

Selain itu, harmonisasi pengaturan ruang di atas dan di bawah tanah merupakan isu penting yang menjadi bahasan. Pengaturan ruang masih memerlukan upaya harmonisasi dan koordinasi yang lebih efektif. Mengenai hal ini perlu integrasi yang lebih komprehensif antara pengelolaan tata ruang oleh pemerintah dengan pengaturan ruang di atas dan di bawah tanah. Untuk dapat memasukkan ruang di atas dan di bawah tanah yang secara paralel eksis bersama tata ruang permukaan, maka pengelolaan tata ruang wilayah juga perlu dikembangkan secara tiga dimensi.

Harmonisasi pengaturan tidak hanya terkait dengan tata ruang, namun juga terkait dengan perundang-undangan di bidang lain seperti konstruksi, lingkungan, kehutanan, dan kelautan. Hal ini terkait juga dengan realita bahwa ruang di atas dan di bawah tanah memerlukan pemanfaatan teknologi untuk menopang keberadaan dan kegunaannya.

Ketentuan Ruang Bawah Tanah di DKI Jakarta

Ketentuan Ruang Bawah Tanah di DKI Jakarta mengacu pada Peraturan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta No. 167 Tahun 2012 Tentang Ruang Bawah Tanah mengatur antara lain mengenai pemanfaatan, pengelolaan dan pengusahaan ruang bawah tanah DKI Jakarta.

Ruang bawah tanah adalah ruang di bawah permukaan tanah yang menjadi tempat manusia beraktivitas. Pemanfaatan ruang bawah tanah harus dilaksanakan sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah, Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi serta Masterplan Pengembangan Kawasan dan Panduan Rancang Kota pada lokasi kegiatan pemanfaatan ruang dimaksud.

Dalam Pasal 4 Ruang bawah tanah dangkal, merupakan ruang di bawah permukaan tanah sampai dengan kedalaman 10 m (sepuluh meter). Ruang bawah tanah dalam, yaitu ruang di bawah permukaan tanah dari kedalaman di atas 10 m (sepuluh meter) sampai dengan batas kemampuan penguasaan teknologi dalam pemanfaatan Ruang Bawah Tanah atau batasan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan .

Kegiatan  yang diperbolehkan pada Ruang Bawah Tanah Dangkal yaitu: (i) akses stasiun Mass Rapid Transit, yaitu angkutan massal yang berbasis pada jalan rel yang memanfaatkan jalur-jalur khusus (MRT), (ii) sistem jaringan prasarana jalan, (iii) sistem jaringan utilitas, (iv) kawasan perkantoran, (v) fasilitas parkir, (vi) perdagangan dan jasa, (vii) pendukung kegiatan gedung di atasnya dan (viii) pondasi bangunan di atasnya. Kegiatan yang diperbolehkan pada Ruang Bawah Tanah Dalam yaitu: (i) sistem MRT, (ii) sistem jaringan prasarana jalan, (iii) sistem jaringan utilitas dan (iv) pondasi bangunan gedung di atasnya.

Setiap badan usaha yang akan memanfaatkan Ruang Bawah Tanah terlebih dahulu harus mendapatkan izin pemanfaatan ruang bawah tanah dari Pemerintah Daerah. Izin pemanfaatan ruang bawah tanah adalah izin yang diberikan untuk dapat memanfaatkan Ruang Bawah Tanah dengan batas dan luas tertentu sebagai pengendalian pemanfaatan ruang bawah tanah. Pemerintah Daerah adalah Gubernur dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah.

Izin Pemanfaatan Ruang Bawah Tanah bertujuan untuk a. mengatur pemanfaatan Ruang Bawah Tanah; b. mengatur fungsi bangunan yang dapat dibangun; c. mengatur ketinggian maksimum bangunan yang diizinkan; d. mengatur jumlah lantai/lapis bangunan di bawah tanah yang diizinkan; dan e. mengendalikan lingkungan, geologi / kondisi bawah tanah dan air tanah.

Izin Pemanfaatan Ruang Bawah Tanah Dangkal secara umum mengikuti proses perizinan yang berlaku sebagaimana ruang di atas tanah, kecuali untuk zona tertentu yang ditetapkan secara khusus. Izin Pemanfaatan Ruang Bawah Tanah Dalam hanya dapat diberikan secara khusus oleh Gubernur berdasarkan rekomendasi dari Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah terkait.

sumber:http://mediatataruang.com

 

AGENDA

0 Komentar

Tulis Komentar