MEWUJUDKAN TATA RUANG YANG BERKUALITAS DAN BERWIBAWA

NEWS UPDATE

MEWUJUDKAN TATA RUANG YANG BERKUALITAS DAN BERWIBAWA

 

Penulis :
Nama  :  Engkus Suherman, ST, MM.,
Jabatan :  Kepala Bidang Tata Ruang Pada Dinas Tata Ruang dan Permukiman Kabupaten Cianjur 

 

Tulisan ini suatu jawaban dan sekaligus penjelasan, ketika penulis mendapat pertanyaan dari masyarakat yang mempertanyakan masih perlukah rencana tata ruang ?  Pertanyaan yang simple dan dinilai wajar-wajar saja manakala masyarakat sendiri belum merasakan sepenuhnya rencana tata ruang yang dibuat bermanfaat bagi mereka.  Selama ini rencana tata ruang dibuat hanya untuk memenuhi formalitas semata, dan sangat normatif, disamping tidak realistis dan multi interpretatif, sehingga menakala dilaksanakan banyak hambatan dan kendala, yang ujung-ujungnya rencana tata ruang dengan pelaksanaan dilapangan banyak yang tidak sesuai atau  bahkan cenderung bertolak belakang.
Banyak contoh kasus rencana tata ruang yang telah dibuat dan bahkan telah mendapat legalitas,  menjadi sia-sia ketika pelaksanaanya dilapangan masih banyak yang menyimpang. Karenanya wajar saja ketika kemudian masyarakat menilai bahwa rencana tata ruang tersebut tidak menjadi acuan bahkan sering kali diabaikan dalam pelaksanaan pembangunan. Akibatnya pembangunan yang dilaksanakan tidak sesuai dengan arahan-arahan yang terkandung di dalam rencana tata ruang.
Menyikapi tuntutan masyarakat agar rencana tata ruang yang dibuat dapat menjadi acuan pembangunan, bukan hanya keinginan semata, melainkan harus disikapi dan dibuktikan secara nyata. Rencana tata ruang yang berkualitas dan berwibawa, mengandung arti bahwa rencana yang dibuat dapat dirasakan keberadaan dan manfaatnya oleh masyarakat, sehingga masyarakat merasa memiliki dan mentaati rencana tata ruang. Lantas yang menjadi pertanyaanya, bagaimanakah mewujudkan rencana tata ruang yang berkualitas dan berwibawa tersebut ? Jawabannya tentu diperlukan prasarat-prasarat yang harus dipenuhi dari semenjak proses perencanaan, pelaksanaan, sampai kepada evaluasinya, sehingga rencana tata ruang tersebut dapat dipertanggung jawabkan baik secara legal maupun teknis.
Beberapa prasarat yang diperlukan dalam menciptakan rencana tata ruang yang berkualitas dan berwibawa, dimulai semenjak proses penyusunan rencana tata ruang. Dalam proses penyusunan rencana tata ruang  selama ini, Pemerintah Daerah sebagai pemrakarsa sangat jarang melibatkan peran masyarakat atau para pemangku kepentingan (steakholder). Kesan yang didapat selama ini bahwa rencana tata ruang dibuat hanya atas kehendak Pemerintah Daerah semata dan bersifat goverment driven, sehingga tidak aspiratif. Kalaupun ada penyerapan aspirasi masyarakat, dilakukan hanya formalitas semata yang biasanya dilakukan dalam forum seminar atau forum diskusi yang waktu dan pesertanya sangat terbatas, sehingga hasilnya tidak maksimal serta tidak mewakili seluruh aspirasi masyarakat.
Waktu yang diperlukan dalam penyusunan rencana tata ruang juga sangat terbatas, sehingga akan mempengaruhi kualitas hasil yang diperoleh. Pengalaman penysunan rencana tata ruang , rata-rata selama 6 (enam) bulan dianggap yang paling ideal. Pertanyaannya, apakah dengan waktu yang demikian singkat ini dapat mengcover seluruh data/informasi yang diperlukan dalam merumuskan strategi pembangunan yang berdimensi jangka panjang (20 tahun mendatang ? Tentunya sangat sulit, belum lagi diperlukan proses penganalisisan segala permasalahan yang ada yang tentunya sangat kompleks, mengingat rencana tata ruang bersifat multi sektor dan multi disiplin ilmu yang perlu dikaji dan dirumuskan secara mendalam. 
Masalah waktu ini sesungguhnya berkaitan dengan masalah biaya yang dianggarkan untuk penyusunan rencana tata ruang. Masalah biaya selama ini belum ada acuan baku berapa dana yang diperlukan untuk menyusun suatu produk rencana tata ruang, sehingga besarnya biaya hanya didasarkan kepada perkiraan semata, sehingga timbul anggapan bahwa dengan biaya berapapun, rencana tata ruang dapat dibuat. Padahal, untuk penyusunan produk rencana tata ruang akan diperlukan data-data yang lebih lengkap dan bersifat time series, baik itu data yang bersifat kuantitatif maupun kualitatif, belum lagi bila produk rencana tata ruang yang dibuat bersifat detail, semisal RDTR ataupun RTBL, tentunya data-data yang diperlukan akan lebih detail pula.
Masalah lain yang berkaitan dengan kualitas produk rencana tata ruang ini, adalah yang menyangkut profesionalisme para penyusun rencana tata ruang. Tidak dapat dipungkiri terbatasnya sumberdaya manusia aparat Pemerintah Daerah yang mempunyai kemampuan sebagai perencana tata ruang (planner) sangat terbatas, kalaupun ada, aparat yang mempunyai keahlian dibidang perencanaan tata ruang ini sering ditempatkan pada satuan kerja yang tidak ada kaitan dengan profesinya. Kelangkaan aparat yang mempunyai kompetensi dibidang penyusunan rencana tata ruang ini, pada akhirnya Pemerintah Daerah sering menunjuk pihak ketiga (konsultan) dibidang perencanaan tata ruang, yang nota bene seharusnya konsultan ini mempunyai kemampuan untuk melaksanakan penyusunan rencana tata ruang. Akan tetapi sangat disayangkan, banyak pekerjaan rencana tata ruang yang dibuat oleh konsultan terkesan asal-asalan, dan bahkan hasilnya masih perlu direvisi ulang. 
Substansi yang disajikan dari rencana tata ruang yang dibuat akan menunjukan berkualitas atau tidaknya suatu produk rencana tata ruang. Selama ini rencana tata ruang dibuat hanya didasarkan kepada aturan-aturan dan standar perencanaan yang baku, tanpa memperhatikan kondisi dan situasi dimana rencana tata ruang yang dibuat, sehinga sudah dapat diduga rencana tata ruang yang dibuat bersifat normatif dan tidak realistis. Contoh semisal, dalam merencanakan sarana pendidikan dalam rencana tata ruang, tentu akan mengacu kepada standar kebutuhan sarana pendidikan yang baku ,baik dari segi jenis dan tingkatan pendidikan, kebutuhan unit ruang belajar, dan berapa lahan yang diperlukan. Padahal sudah barang tentu dalam merencanakan suatu kegiatan disuatu daerah, banyak faktor yang harus diperhatikan, baik faktor sosial, ekonomi dan budaya masyarakatnya. Belum lagi tidak sinkronnya rencana tata ruang yang dibuat dengan rencana-rencana sektoral.
Rencana tata ruang sebagai acuan pelaksanaan pembangunan , disamping harus berkualitas, juga harus berwibawa.  Oleh karenanya, rencana tata ruang harus mempunyai kekuatan hukum yang mengikat kepada seluruh pelaksana pembangunan, baik pemerintah dan masyarakat. Legalitas rencana tata ruang ini diperlukan agar mesyarakat mempunyai kepastian hukum, yang dilaksanakan secara konsiten tegas dan tanpa pandang bulu. Pemerintah Daerah selama ini masih setengah-setengah dalam penegakan hukum  bagi pelanggar tata ruang, malahan terkesan ditutup-tutupi, yang sudah barang tentu dengan tidak tegasnya penegakan hukum ini,  menjadikan rencana tata ruang akan menjadi dokumen yang tidak bermakna sama sekali, dan terkesan seperti macan ompong belaka.
Hal yang paling penting, rencana tata ruang tidak semata-mata hanya untuk menarik investasi yang sebesar-besarnya, melainkan juga sebagai unsur pengendalian dalam rangka menyelamatkan lingkungan fisik, dan sosial budaya masyarakat sekitar. Konsistensi aparat Pemerintah Daerah diperlukan dalam pelaksanaan rencana tata ruang sangat diperlukan.  Buang jauh-jauh anggapan bahwa rencana tata ruang hanya diberlakukan bagi masyarakat dan dunia usaha yang akan membangun suatu kegiatan semata. Padahal rencana tata ruang diperuntukan bagi seluruh pelaku pembangunan, baik masyarakat, dunia usaha maupun  pemerintah. Program-program pembangunan hendaknya tetap mengacu kepada rencana tata ruang, sehingga tidak ada alasan apabila program-program pembangunan yang dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah berlawanan dengan rencana tata ruang.
Dari permasalahan yang ada selama ini, langkah dan upaya yang dapat dilakukan dalam menciptakan rencana tata ruang yang berkualitas dan berwibawa, antara lain  :

  1. Dalam proses penyusunan rencana tata ruang, Pemerintah Daerah mutlak dan wajib untuk melibatkan masyarakat, agar aspirasi, keinginan dan kehendak masyarakat dapat terakomodasi dan diwujudkan dalam rencana tata ruang. Keterlibatan masyarakat dalam seluruh proses perencanaan tata ruang, pada akhirnya akan menciptakan rasa memiliki yang sudah barang tentu akan mentaati rencana tata ruang yang dibuat;
  2. Dalam proses penyusunan rencana tata ruang harus dilaksanakan dengan penuh rasa tanggung jawab dan dilaksanakan oleh ahli yang professional dengan sepenuhnya memperhatikan kaidah-kaidah yang ada, serta selalu berpijak kepada kondisi dan situasi yang ada dimana rencana tata ruang dibuat, sehingga rencana tata ruang bukanlah suatu khayalan atau angan-angan yang sulit untuk diwujudkan.
  3. Produk rencana tata ruang yang telah mendapat legalitas (Perda), dalam pelaksanaanya harus benar-benar secara konsiten dan tegas serta tidak pandang bulu. Kepada setiap pelanggar rencana tata ruang harus dipandang sebagai perbuatan melawan hukum, yang akan mendapat sangsi sesuai dengan tingkat kadar kesalahannya.
  4. Agar produk rencana tata ruang lebih memasyarakat, diperlukan adanya sosialisasi secara terus menerus. Sosialisasi ini juga bertujuan agar tingkat kesadaran masyarakat lebih meningkat.
  5. Produk rencana tata ruang yang telah dibuat, kalaupun dimungkinkan adanya revisi atau penyesuaian-penyesuaian, akan tetapi apabila terlalu sering (kurang dari 5 tahun misalnya), maka rencana tata ruang tersebut diragukan kualitasnya serta wibawanya akan menjadi merosot. Dan perlu digaris bawahi bahwa revisi rencana tata ruang, bukan dimaksudkan sebagai upaya melegalkan pelanggaran yang terjadi, melainkan sebagai upaya evaluasi terhadap rencana yang dibuat dengan dinamika masyarakatnya, dengan catatan revisi dapat dilakukan apabila ada ketidak sesuaian antara rencana dengan pelaksanaan prosentasenya tidak melebih dari 20 %.

Dengann upaya-upaya dan langkah-langkah yang dilakukan, diharapkan suatu saat nanti kita akan mempunyai recana tata ruang yang berkualitas dan berwibawa, yang akan ditaati dan dilaksanakan oleh seluruh warganya.

sumber:http://cianjurkab.go.id/

 

AGENDA

0 Komentar

Tulis Komentar