PENGGUNAAN TATA RUANG BERDASARKAN PERUNTUKAN LAHAN

NEWS UPDATE

PENGGUNAAN TATA RUANG BERDASARKAN PERUNTUKAN LAHAN

PENGGUNAAN TATA RUANG BERDASARKAN PERUNTUKAN LAHAN
A.    Penataan Ruang
Kebijakan penataan ruang di Indonesia diatur dalam Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang penataan ruang. Tata ruang dilakukan secara terpadu, menyeluruh, berdayaguna dan berhasilguna, serasi, selaras, seimbang dan berkelanjutan. Sedangkan dalam era reformasi saat ini, transparansi, akuntabilitas dan demokrasi juga merupakan dasar utama dalam tata ruang. Menurut undang-undang tersebut penataan ruang dimaksudkan antara lain agar:
a)      terselenggaranya pemanfaatan ruang terpadu, menyeluruh dan berwawasan lingkungan yang berlandaskan wawasan nusantara dan ketahanan nasional.
b)      terselenggaranya pengaturan pemanfaaan ruang kawasan lindung dan kawasan budidaya.
c)      tercapainya pemanfaatan ruang yang berkualitas.
Penataan ruang merupakan proses tata ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang, berazaskan pemanfaatan ruang bagi semua kepentingan secara terpadu, berdaya guna dan berhasilguna, serasi, selaras, seimbang dan berkelanjutan serta keterbukaan, persamaan, keadilan dan perlindungan hukum.
Penataan ruang diharapkan mampu mewadahi seluruh kepentingan secara optimal dalam ruang itu sendiri . Ruang daerah sebagai wadah kegiatan sosial dan ekonomi masyarakat harus mampu mengakomodasi kepentingan semua pihak, baik pemerintah, swasta dan masyarakat itu secara adil dan berkelanjutan bagi generasi yang akan datang, sejalan dengan peningkatan dinamika kebutuhan yang berkembang dari waktu ke waktu. Tujuan penataan ruang adalah menciptakan hubungan yang serasi antara berbagai kegiatan di berbagai sub wilayah agar tercipta hubungan yang harmonis dan serasi. Dengan demikian, hal itu mempercepat proses tercapainya kemakmuran dan terjaminnya kelestarian lingkungan hidup.
Penataan ruang diklasifikasikan menurut fungsi-fungsi untuk menampung atau mengakomodasi seluruh kepentingan masyarakat dengan tetap mempertimbangkan kelestarian lingkungan guna keberlanjutan ekologi demi generasi yang akan datang.
Menurut Budihardjo, kegiatan penataan ruang dapat diklasifikasikan dalam beberapa hal, antara lain:
a)      Penataan ruang berdasarkan fungsi utama kawasan, meliputi kawasan lindung (misalnya kawasan resapan air, suaka alam, taman nasional, taman wisata alam) dan kawasan budidaya ( misalnya kawasan hutan produksi, kawasan permukiman, kawasan industri, kawasan pertanahan keamanan).
b)      Penataan ruang berdasarkan aspek administrasi tata ruang meliputi tata ruang wilayah nasional, provinsi, dan kabupaten/kota. Penataan ruang berdasarkan fungsi kawasan dan aspek kegiatan meliputi kawasan perdesaan, kawasan perkotaan dan kawasan tertentu seperti kegiatan pembangunan skala besar untuk kepentingan industri, pariwisata atau pertanahan keamanan beserta sarana dan prasarananya.
 
B.     Pengertian Lahan
Lahan merupakan sumber daya alam karunia dari Tuhan yang bersifat langka karena bersifat tidak bisa diperbaharui maupun ditambah jumlahnya, terlebih lagi untuk daerah perkotaan yang memilki lahan yang terbatas. Lahan ialah suatu permukaan tanah yang menjadi pijakan manusia, hewan, tumbuh-tumbuhan dan berbagai macam kegiatan lainnya, sedangkan untuk tanah ialah lebih mengarah kepada jenis-jenis kimia yang terkandung di dalamnya. Lahan sendiri mempunyai sifat rentan terhadap konflik, sehingga perlu dikelolah oleh pemerintah sebagai pihak yang berwenang diantara stakeholders lainnya yaitu pihak masyarakat dan pihak swasta.
Menurut Mochtarram bahwa, lahan mempunyai beberapa ciri yaitu :
1.      Permanen, artinya tidak berubah-ubah (bersifat tetap) dan tidak bisa diperbaharui.
2.      Supply  (ketersediaan) lahan terbatas dan langka.
3.      Menjadi tumpuan harapan dari berbagai kepentingan para stakeholders.
 
Dalam penggunaan lahan perlu dikelolah serta direncanakan fungsi dan penggunaan lahannya sesuai dengan karakteristik lahan tersebut sehingga mampu meredam konflik di masa yang akan datang. Agar lahan tidak beralih fungsi menjadi hal yang tidak sesuai dengan rencana maka diperlukan penataan penggunaan tanah, yang sangat dikenal sebagai perencanaan tata guna tanah.
 
C.    Efektivitas Penataan Ruang Berdasarkan Peruntukan Lahan
Pengendalian pemanfaatan penataan ruang merupakan bagian dari proses penataan ruang yang sangat penting. Pemanfaatan penataan ruang saat ini tidak efisien dan efektif karena instrument perizinan yang merupakan langkah awal dalam pengendalian pemanfaatan ruang, sering saling bertentangan dan bahkan melanggar tata ruang yang ada. Untuk mengendalikan pemanfaatan ruang salah satu instrumen yang digunakan adalah izin peruntukan penggunaan tanah (IPPT).
Dengan izin ini seluruh perubahan penggunaan tanah diwajibkan mendapatkan izin dari pemerintah tanpa kecuali. Namun pada kenyataan di lapangan masih banyak dijumpai perubahan penggunaan tanah tanpa izin dari pemerintah daerah dan bahkan melanggar rencana tata ruang yang ada. Sehingga pemanfaatan ruang tidak efektif, perencanaan wilayah kacau, dan berdampak pada lingkungan maupu kesejahteraan masyarakat.
Mari dilihat bagaimana UU memandang tentang perizinan penggunaan lahan. Menurut undang-undang penataan ruang, disebutkan mengenai perizinan pemanfaatan ruang:
1.      Perizinan pemanfaatan ruang adalah salah satu bentuk pengendalian pemanfaatan ruang dapat berlangsung sesuai fungsi ruang yang telah ditetapkan dalam rencana tata ruang yang telah disepakati oleh rakyat (DPRD) dan Pemerintah Kabupaten/Kota.
2.      Perizinan pemanfaatan ruang adalah suatu bentuk kegiatan pengendalian pemanfaatan ruang yang diselenggarakan oleh Bupati/Walikota di wilayah Kabupaten/Kota, disamping kegiatan pengawasan dan penertiban.
3.      Perizinan pemanfaatan ruang adalah merupakan kebijaksanaan operasional pemanfaatan ruang yang berkaitan dengan penetapan lokasi, kualitas ruang dan tata ruang sesuai dengan peraturan perundang-undangan, hukum adat dan kebiasaan yang berlaku.
 
Perizinan pemanfaatan ruang terdiri atas tiga jenis perizinan yang memiliki struktur, sebagai berikut:
a)      Perizinan peruntukan dan perolehan lahan berkaitan dengan penetapan lokasi investasi dan perolehan tanah dalam bentuk izin lokasi.
b)      Perizinan pengembangan pemanfaatan lahan berkaitan dengan rencana pengembangan kualitas ruang dalam bentuk Persetujuan Site Plan.
c)      Perizinan mendirikan bangunan berkaitan dengan pembangunan tata ruang dan tata bangunan dalam bentuk Izin Mendirikan Bangunan.
 
Izin lokasi adalah izin yang diberikan kepada perusahaan dalam rangka pengerahan lokasi penanaman modal sesuai dengan peraturan daerah tentang tata ruang wilayah sekaligus sebagai izin untuk pelaksanaan perolehan tanah, serta nerlaku pula sebagai pemindahan hak atas tanah.
Pada prinsipnya izin lokasi merupakan instrumen pelaksanaan tata ruang (pembangunan) untuk kepentingan penanaman modal (investment). Oleh karena itu, harus dicatat bahwa mendiskusikan izin lokasi selalu terkait dengan sektor swasta. Namun demikian, sektor publik juga terkadang memerlukan izin lokasi untuk proyek pemerintah seperti halnya yang terjadi pada Perumnas.
Dalam pembangunan perumahan dan permukiman, Izin Lokasi merupakan jenis izin pertama yang dibutuhkan dalam rangka pelaksanaan pembebasan tanah yang akan dikembangkan untuk proyek perumahan dan permukiman tersebut. Pengembangan suatu kawasan dengan luasan lebih dari satu hektar mengharuskan pemrakarsa untuk memiliki Izin Lokasi tersebut, yang didefinisikan izin penunjukkan penggunaan tanah yang diberikan kepada suatu perusahaan, seluas yang benar-benar diperlukan untuk pembangunan perumahan.
 
D.    Kebijakan Penataan Ruang Berdasarkan UU Nomor 26 Tahun 2007
 
Ruang perlu ditata agar dapat memberikan keseimbangan lingkungan dan dukungan yang nyaman terhadap manusia serta mahluk hidup lainnya dalam melakukan kegiatan dan memelihara kelangsungan hidupnya secara normal. Ruang harus dimanfaatkan secara arifdan efisien, sehingga memungkinkan pemanfaatan sumberdaya alam yang terkandung didalamnya dapat secara optimal dimanfaatkan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat Bila pemanfaatan ruang tidak diatur dengan baik, kemungkinan besar terdapat pemborosan pemanfaatan ruang dan penurunan kualitas ruang.
Diperlukan penataan ruang untuk mengatur pemanfaatannya berdasarkan besaran kegiatan, jenis kegiatan, fungsi lokasi, kualitas ruang dan estetika lingkungan. Untuk menjaga kelangsungannya, maka ruang perlu ditata dan dikendalikan serta direncanakan sehingga dapat memberikan dampak positif bagi mahluk hidup di atasnya untuk jangka panjang dan berkelanjutan.
Tata ruang merupakan wujud struktural dan pola pemanfaatan, baik direncanakanmaupun tidak. Maknanya adalah bahwa bentuk ruang yang terjadi merupakan manifestasi dari hampir seluruh aspek kehidupan, baik fisik, sosial, ekonomi, budaya, politik, pertahanan dan keamanan. Pengaturan ruang merupakan upaya untuk memberikan acuan dalam penyelenggaraan dan pelaksanaan penataan ruang.
Dalam hal ini, berdasarkan Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 disebutkan bahwa penyelenggaraan penataan ruang bertujuan untuk mewujudkan ruang wilayah nasional yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan berdasarkan Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional. Penataan ruang merupakan dasar bagi pengembangan wilayah mewujudkan tujuan-tujuan pembangunan, dan juga merupakan instrumen yang memiliki landasan hukum untuk mewujudkan tujuan pengembangan wilayah. Penataan ruangmerupakan pendekatan pembangunan berdimensi spasial yang memberikan perhatian utama pada pengaturan perilaku manusia dalam memanfaatkan ruang dan sumberdaya alam yang terkandung di dalamnya yang bertujuan untuk mewujudkan ruang kehidupan yang nyaman, produktif, dan berkelanjutan berlandaskan Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional dalam wadah NKRI, untuk mencapai tujuan, baik tujuan dalam jangka panjang, menengah maupun jangka pendek.
Diharapkan tindakan tindakan dalam pembangunan dapat diarahkan sehingga potensi sumber daya alam dan manusia dapat dimanfaatkan seoptimal mungkin. Beberapa issue strategis dalam penyelenggaraan penataan ruang di Indonesia antara lain adalah sebagai berikut :
a.       terjadinya konflik kepentingan antar-sektor, seperti pertambangan, lingkungan hidup, kehutanan, prasarana wilayah, dan sebagainya,
b.      penataan ruang belum berfungsi secara optimal dalam rangka menyelaraskan, mensinkronkan, dan memadukan berbagai rencana dan program sektor tadi. Berbagai fenomena bencana (water-related disaster) seperti banjir, longsor dan kekeringan yang terjadi secara merata di berbagai wilayah di Indonesia pada paling tidak 5 tahun belakangan ini, pada dasarnya, merupakan indikasi yang kuat terjadinya ketidakselarasan dalam pemanfaatan ruang, antara manusia dengan alam maupun antara kepentingan ekonomi dengan pelestarian lingkungan.
c.        terjadinya penyimpangan pemanfaatan ruang dari ketentuan dan norma yang seharusnya ditegakkan. Penyebabnya adalah inkonsistensi kebijakan terhadap rencana tata ruang serta kelemahan dalam pengendalian pembangunan,
d.      belum adanya keterbukaan dan keikhlasan dalam menempatkan kepentingan sektor dan wilayah dalam kerangka penataan ruang,
e.       kurangnya kemampuan menahan diri dari keinginan membela kepentingan masingmasing secara berlebihan. Hal ini juga terlihat dari inisiatif untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat cenderung diselenggarakan untuk memenuhi tujuan jangka pendek, tanpa memperhatikan kelestarian lingkungan dan keberlanjutan pembangunan jangka panjang. Konversi lahan dari kawasan lindung menjadi kawasan budidaya guna meningkatkan Pendapatan Asli Daerah
f.        Fenomena urbanisasi.
Kenaikan jumlah penduduk perkotaan sebagai wujud terjadinya fenomena urbanisasi akibat migrasi desa – kota. Dengan kecenderungan urbanisasi yang terus meningkat, perhatian pada penataan ruang kawasan perkotaan perlu mendapat perhatian khusus, misalnya melalui penerapan zoning regulation, mekanisme insentif dan disinsentif, dan sebagainya (BPS).
g.       Kesenjangan antar wilayah.
Perkembangan kawasan perkotaan yang membentuk pola linear yang dikenal denganribbon development, seperti yang terjadi di Pantai Utara Jawa secara intensif pun mulai terjadi di Pantai Timur Sumatera. Konsentrasi perkembangan kawasan perkotaan yang memanjang pada kedua pulau utama tersebut telah menimbulkan kesenjangan antarwilayah pulau yang cukup signifikan serta inefisiensi pelayanan prasarana-sarana.
h.      Perkembangan kota yang tidak terarah
Terjadinya perkembangan kota-kota yang tidak terarah, cenderung membentuk konurbasi antara kota inti dengan kota-kota sekitarnya. Konurbasi dimaksud dicirikan dengan munculnya 9 kota metropolitan dengan penduduk di atas 1 juta jiwa (Jakarta, Surabaya, Bandung, Medan, Bekasi, Tangerang, Semarang, Palembang dan Makassar) dan 9 kota besar (Bandar Lampung, Malang, Padang, Samarinda, Pekanbaru, Banjarmasin, Solo, Yogyakarta, dan Denpasar). Konurbasi yang terjadi pada kota-kota tersebut menimbulkan berbagai permasalahan kompleks, seperti kemiskinan perkotaan, pelayanan prasarana dan sarana kota yang terbatas, kemacetan lalu lintas, dan pencemaran lingkungan.
i.        Pembangunan Pusat-pusat Permukiman di Kawasan Perbatasan Negara
Pengembangan kota-kota pada kawasan perbatasan Negara, baik yang berada di mainlandataupun di pulau-pulau kecil sebagai pusat-pusat pertumbuhan wilayah dan beranda depan negara (frontier region). Pada saat ini masih jauh dari harapan. Ketertinggalan, keterisolasian dan keterbatasan aksesibilitas, serta keterbatasan pelayanan merupakan kondisi yang tipikal terjadi.
j.        Masih rendah partisipasi masyarakat dalam penataan ruang
Walaupun telah diatur melalui PP No.69/1996 tentang Pelaksanaan Hak dan Kewajiban serta Bentuk dan Tatacara Peran Serta Masyarakat, proses pelibatan masyarakat sebagai subyek utama dalam penataan ruang wilayah masih belum menemukan bentuk terbaiknya. Kondisi saat ini menunjukkan bahwa penyaluran hak-hak masyarakat dalam penataan ruang saja belum terjamin sepenuhnya, terlebih pelaksanaan kewajibannya masih jauh dari yang diharapkan.
k.      Belum maksimalnya pemanfaatan teknologi informasi
Dukungan teknologi informasi dalam proses pengambilan keputusan atau intervensi kebijakan penataan ruang belum dioptimalkan pemanfaatannya, walaupun kompleksitas permasalahan pengembangan wilayah yang dihadapi telah nyata. Pemanfaatan teknologi informasi belum memberikan manfaat dalam proses penataan ruang.
l.        Kompatibilitas dan kesesuaian standar peta
Penataan ruang merupakan instrumen untuk merumuskan tujuan dan strategi pengembangan wilayah terpadu sebagai landasan pengembangan kebijakan pembangunan sektoral dan daerah, termasuk sebagai landasan pengembangan infrastruktur yang efisien sesuai dengan fungsi-fungsi yang telah ditetapkan. Berkaitan dengan hal tersebut, pemanfaatan ruang terutama untuk pembangunan infrstruktur perlu mengacu dan sesuai dengan rencana tata ruang yang telah ditetapkan.
sumber:http://iyasyusuf.blogspot.co.id/
gambar: http://www.hukumproperti.com/

AGENDA

0 Komentar

Tulis Komentar