Pentingnya Penyediaan Fasilitas Umum dan Fasilitas Sosial

NEWS UPDATE

Pentingnya Penyediaan Fasilitas Umum dan Fasilitas Sosial

Pentingnya Penyediaan Fasilitas Umum dan Fasilitas Sosial
Lahan pemakaman termasuk jenis prasarana sarana dan permukiman yang di abaikan

Pemerintah sebenarnya telah meletakkan landasan akan pentingnya penyediaan ruang publik tak hanya di tingkat kota, bahkan di kawasan perumahan. Dimulai dari diterbitkannya undang-undang nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, Peraturan Pemerintah nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang hingga Permendagri Nomor 9 Tahun 2009 tentang Pedoman Penyerahan Prasarana, Sarana, dan Utilitas Perumahan dan Permukiman di Daerah mengamanatkan pentingnya penyediaan fasilitas umum (fasum) dan fasilitas sosial (fasos).

Amanat pemerintah kabupaten/kota untuk menyediakan 30% ruang terbuka hijau telah ditetapkan dalam PP nomor 15 Tahun 2010. Bahkan jika menilik pasal 36 ayat (4) sanksi pemerintah kabupaten/kota yang tidak memenuhi syarat tersebut sangat tegas: Apabila ruang terbuka hijau publik sebesar 30% dari luas wilayah kota tidak terwujud setelah masa berlaku rencana tata ruang wilayah kota berakhir, pemerintah daerah dapat dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Hanya saja pertanyaannya, sanksi seperti apakah yang dikenakan? Bisakah pemerintah daerah dikenakan sanksi sesuai pasal ini? ketentuan perundangan yang manakah yang mengatur? Sanksi yang ditetapkan dalam peraturan tersebut lebih pada pengenaan sanksi kepada individu/pihak lain selain pemerintah yang melanggar aturan tata ruang. Tak heran kalau hingga saat ini masih banyak pemerintah kabupaten/kota yang belum memenuhi syarat minimal penyediaan ruang publik tersebut.

Permendagri nomor 9 Tahun 2009 menegaskan pentingnya fungsi fasum dan fasos ini sebagai bagian penting dari pembangunan perumahan dan permukiman. Sehingga, amanat permendagri ini pun mewajibkan para pengembang untuk menyerahkan prasarana, sarana, dan utilitas perumahan dan permukiman yang harus dilaksanakan paling lambat satu tahun setelah masa pemeliharaan.

Jenis-jenis prasarana, sarana dan permukiman sebagaimana yang dimaksud dalam permendagri ini adalah sebagai berikut : 1, Prasarana perumahan dan permukiman antara lain Jaringan jalan, Jaringan saluran pembuangan air limbah, Jaringan saluran pembuangan air hujan (drainase), Tempat pembuangan sampah. 2, Sarana perumahan dan permukiman antara lain Sarana perniagaan/ perbelanjaan, Sarana umum dan pemerintahan, Sarana pendidikan, Sarana kesehatan, Sarana peribadatan, Sarana rekreasi dan olah raga, Sarana pemakaman, Sarana pertamanan dan ruang terbuka hijau, Sarana parkir.

Kemudian yang 3, Utilitas perumahan dan permukiman antara lain Jaringan air bersih, Jaringan listrik, Jaringan telepon,  Jaringan gas, Jaringan transportasi, Pemadam kebakaran, Sarana penerangan jasa umum. Penyediaan berbagai fasilitas tersebut telah diatur dalam Rencana Tata Ruang Wilayah dan rencana rincinya, dimana implementasinya dapat dilakukan dengan kerjasama antara Pemerintah Daerah (Pemda) dengan masyarakat maupun swasta. Pembangunan fasos dan fasum di lingkungan perumahan dapat dilakukan oleh pihak pengembang dan kemudian diserahkan kepada Pemda.

Permendagri nomor 9 tahun 2009 sebenarnya telah menegaskan bahwa tanggungjawab pengelolaan fasos dan fasum yang telah diserahkan oleh pengembang telah beralih kepada pemerintah daerah. Dalam pasal 22 ayat (1) dinyatakan bahwa pengelolaan prasarana, sarana, dan utilitas yang telah diserahkan kepada pemerintah daerah sepenuhnya menjadi tanggung jawab pemerintah daerah yang bersangkutan.

Pertanyaan yang kemudian muncul adalah mampukah pemerintah daerah mengelola dan memelihara fasum dan fasos secara baik? Minimnya anggaran sering menjadi kambing hitam gagalnya pemerintah dalam mengelola fasum dan fasos, contohnya taman, yang tidak terawat. Yang lebih diabaikannya lagi adalah lahan pemakaman Ironis bukan?

Permendagri 9 tahun 2009 pada dasarnya mensyaratkan penyerahan fasum dan fasos oleh pengembang dalam keadaan terpelihara. Namun, melihat kondisi di lapangan sepertinya yang terjadi adalah pengembang hanya menyerahkan beberapa bidang tanah lapang yang belum dibangun dan dipelihara. Selain itu, permasalahan lain adalah tidak dipenuhinya janji developer untuk membangun beberapa fasilitas di lingkungan perumahan.

Implikasi yang terjadi pada beberapa kasus, terjadi eksklusifitas dalam pemanfaatan fasilitas tersebut.  Padahal, fasos dan fasum merupakan public  goods. Artinya, pemanfaatannya tidak dipungut biaya dan tidak boleh ada pihak yang dikecualikan dalam pemanfaatan fasilitas tersebut. Terkait masalah ini, masyarakat dapat mengajukan tuntutan pada Pemda apabila terjadi pelanggaran.

sumber: http://mediatataruang.com

AGENDA

0 Komentar

Tulis Komentar