Insentif dan Disinsentif Tata Ruang

NEWS UPDATE

Insentif dan Disinsentif Tata Ruang

Insentif dan Disinsentif Tata Ruang

Model Insentif dan Disinsentif Ekonomi Dalam Pengendalian Pemanfaatan Ruang,  Berbagai pengertian tentang insentif sesuai dengan masing-masing kepentingan telah disampaikan oleh banyak pakar. Insentif terkait dengan rencana tata ruang, diantaranya disampaikan Sadyohutomo (2008) yang menyatakan bahwa insentif merupakan salah satu bentuk kompensasi akibat rencana tata ruang selain kompensasi dalam bentuk pemberian uang tunai, transfer ofdevelopment right/dispensasi untuk pembangunan lain, atau bentuk kompensasi lainnya.

Sementara dalam Perda No. 22/2010 menyebut insentif adalah perangkat atau upaya untuk memberikan rangsangan terhadap pelaksanaan kegiatan yang sejalan dengan rencana tata ruang; sementara disinsentif adalah peranrkat untuk mencegah, membatasi pertumbuhan, atau mengurangi pelaksanaan kegiatan yang sejalan dengan rencana tata ruang.

 

Menurut Hernawan (2010), ada dua model insentif ekonomi yang berkembang dalam pengendalian pemanfaatan ruang di berbagai belahan dunia dewasa ini yakni model untuk melakukan pencegahan perubahan penggunaan lahan yakni menggunakan model Purchase of Development Right (PDR) dan model insentif yang mendorong pengguna/pemilik lahan mempertahakan penggunaan lahan di kawasan lindung dengan model Payment for Environmental Services (PES).

Model PDR ini adalah model insentif bagi pemilik lahan untuk mempertahankan penggunaan lahannya baik untuk pertanian, peternakan maupun hutan rakyat dari konversi penggunaan lahan terbangun baik di kawasan lindung maupun kawasan budidaya, seperti pembangunan rumah, dengan cara membeli hak membangunnya (development right). Model ini cukup efektif  mempertahankan lahan pertanian di Amerika Serikat sejak tahun 1972 dan menjadikannya Negara tersebut menjadi Negara pengekspor bahan pangan (sereal dan daging) terbesar di dunia. Syarat utama dapat diterapkan model ini adalah adanya kesadaran public dan keseriusan pemerintah dalam mencegah perubahan penggunaan lahan, khusunya lahan pertanian. Bagaimana di Indonesia? Meskipun peraturan perundang-undangan telah lengkap, namun perubahan lahan pertanian produktif terjadi sangat massive dan telah terjadi pengusiran (expulsing) lahan pertanian ke kawasan terbangun, karena rendahnya kesadaran public dan keseriusan pemerintah.

Model PES adalah model insentif bagi pemilik lahan maupun operator lahan public untuk meningkatkan jasa ekosesistem lahannya, khususnya lahan yang berada di kawasan lindung, dengan cara membeli jasa ekosistem yang dihasilkannya. Model ini cukup berhasil di Negara Amerika Latih dalam mempertahankan kawasan konservasi dan kawasan lindung, diantaranya Negara Costarica. Negara ini meskipun Negara kecil, tetapi telah mampu mendapatkan devisanya dari mempertahankan keanekaragaman hayatinya. Seperti halnya dengan model PDR, model PES menuntut persyaratan kesadaran public yang tinggi dan kemauan pemerintah setempat dalam memberi konpensasi atau bersedia membayar kepada pemilik lahan dan operator hutan lindung/konservasi atas jasa ekosistem yang dihasilkannya, seperti jasa hidrologi.

sumber:http://mediatataruang.com

AGENDA

0 Komentar

Tulis Komentar